Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Penjor: Bentuk, Makna, dan Fungsinya dalam Kehidupan Masyarakat Bali

 

Penjor: Bentuk, Makna, dan Fungsinya dalam Kehidupan Masyarakat Bali

Jika anda berjalan-jalan di Bali atau melihat foto teman yang sedang ke Bali, tidak jarang anda akan menemui hiasan di depan rumah. Hiasan tersebut terbuat dari bambu utuh yang ujungnya melengkung. Namanya penjor. Selain di depan rumah-rumah penduduk, penjor juga bisa ditemui di depan Pura, pertokoan, dan kantor.

Penjor identik dengan perayaan hari raya Galungan. Memang, penjor adalah salah satu sarana upacara pada hari raya Galungan. Penjor dipasang sehari sebelum hari raya Galungan, dinamakan hari penampahan. Penjor dibuat oleh anggota keluarga laki-laki, selain membuat lawar, tum, dan sate. Sementara anggota keluarga perempuan membuat sarana upacara banten ⟮sesajen⟯.

Selain hari raya Galungan, penjor juga bisa ditemukan pada hari raya tertentu ⟮rahinan lokal⟯ di suatu pura. Ada pula penjor yang dipasang ketika hari ulang tahun kemerdekaan, tentu berbeda dengan penjor pada hari raya Galungan.

Apakah penjor adalah sebuah hiasan semata?

Berikut adalah penjelasan lengkap penjor, terkait bentuk, makna, dan fungsinya dalam kehidupan masyarakat Bali.

Bahan-bahan Penjor

Secara umum, penjor terbuat dari bambu utuh dengan bentuk dasar lurus pada bagian pangkal dan melengkung pada bagian ujungnya. Mulai bagian pangkal sampai ujung diberikan hiasan yang terbuat dari ambu ⟮daun enau muda⟯ atau daun ental ⟮lontar⟯. Selain itu ada komponen penting berupa hasil bumi, jajan, sanggah, dan sampian penjor. Secara lebih rinci, bahan-bahan penjor adalah sebagai berikut.

  1. Bambu, dengan tinggi 7-10 meter. Dipilih bambu yang bagian batangnya lurus, dan bagian ujungnya melengkung dengan lengkungan yang bagus agar menghasilkan penjor yang indah. Sebelum dihias, bambu dibersihkan dari batang-batang kecil ⟮rencek⟯. Bambu juga digosok dengan sabut kelapa agar bulu-bulunya hilang.
  2. Kain kasa, digunakan untuk melilit bambu dari pangkal sampai ujung. Kain kasa yang digunakan bisa kain kasa berwarna putih, kuning, hitam, atau merah. Tujuannya untuk melapisi bambu agar terlihat lebih bagus, tetapi tidak wajib dilakukan. Banyak pula pembuat penjor yang tidak melapisi bambu dengan kain kasa. Ini sifatnya opsional, tergantung selera pembuat.
  3. Daun enau muda ⟮ambu⟯, digunakan sebagai hiasan dari batang sampai ujung. Daun lontar dibuat berbentuk teratai, setengah lingkaran yang dirangkai, atau bentuk lain sesuai keinginan pembuat. Karena daun enau muda ini cepat rusak atau mengering, saat ini banyak yang menggunakan daun lontar agar lebih awet. 
  4. Daun-daunan ⟮plawa⟯ seperti andong, puring, dan pakis haji.Daun-daunan ini dirangkai bersamaan dengan daun enau.
  5. Hasil bumi, dibedakan menjadi tiga kelompok. Yaitu pala bungkah, pala gantung, dan pala wija. Pala bungkah adalah hasil bumi berupa umbi-umbian, misalnya ketela rambat, ketela pohon, dan talas. Pala gantung adalah hasil bumi yang berupa buah-buahan, yaitu kelapa, pisang, jeruk, salak, nanas, mentimun, manggis, sawo, dan buah lainnya. Sedangkan pala wija adalah hasil bumi berupa biji-bijian, seperti padi, jagung, maupun kacang. Hasil bumi lain yang dipakai adalah tebu. Banyaknya hasil bumi yang dipakai pada penjor adalah sesuai kemampuan pembuat. Jika pembuat memiliki banyak padi, maka boleh menggunakan padi sekaligus sebagai hiasan. Yang terpenting ketiga jenis hasil bumi ada walaupun hanya sebiji sudah cukup.
  6. Jajan yang dipakai pada penjor adalah jajan tradisional, seperti jajan gina ⟮sejenis rengginang⟯, uli ⟮mirip jajan wingkow⟯, bukayu, dodol, tapai ketan, maupun jajan lainnya. Banyaknya jajan tidak mesti banyak, minimal 1 biji. 
  7. Tumpeng, terbuat dari beras berbentuk kerucut. Ukurannya kecil, kira-kira 5-10 cm tingginya. Selain tumpeng juga ada tum ⟮olahan daging yang dibungkus daun kelapa atau pepes⟯.
  8. Sanggah penjor adalah tempat menghaturkan banten ⟮sesajen⟯. Terletak pada bagian bawah, setinggi orang dewasa. Sanggah penjor terbuat dari bambu berbentuk setengah lingkaran dengan bagian atas dibuat melengkung, dan bagian dasar segi empat.
  9. Sampian adalah daun kelapa muda ⟮janur⟯ yang dibuat dengan bentuk dasar lingkaran, hiasannya sesuai imajinasi seni pembuat. Sampian penjor diletakkan/dipasang menggantung pada ujung bambu penjor.
  10. Kain putih dan kuning yang dijahir menjadi satu. Kain putih dan kuning ini digantung pada ujung penjor.
  11. Lamak, hiasan gantung-gantungancapah ceniga⟯, dan tamiang adalah hiasan yang terbuat dari janur dan daun enau. Selain sebagai hiasan, kelengkapan ini melambangkan keindahan alam semesta.

Makna Penjor


Penjor melambangkan alam semesta ⟮bhuwana agung⟯. Penjor dikatakan melambangkan alam semesta karena dalam penjor terdapat hasil bumi [umbi-umbian, batang, daun, buah, dan bunga], tumpeng ⟮melambangkan gunung⟯, dan kain putih dan kuning yang melambangkan timur dan barat.

Penjor: Bentuk, Makna, dan Fungsinya dalam Kehidupan Masyarakat Bali
Penjor juga melambangkan gunung tertinggi di Bali, yaitu gunung Agung. Masyarakat Hindu di Bali meyakini gunung adalah tempat suci yang menjadi penghubung alam tempat tinggal manusia dengan alam Tuhan. Oleh karenanya, di gunung biasanya terletak tempat-tempat suci. Misalnya di gunung Agung terdapat pura Besakih dan pura Pasar Agung, di gunung Lempuyang terdapat pura Lempuyang, dan di gunung Batukaru terdapat pura Batukaru. Penjor yang melambangkan gunung diyakini sebagai sumber kesuburan, keberkahan, dan kesejahteraan.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa penjor adalah lambang Naga Basuki yang ada di gunung Agung. Naga Basuki adalah simbol ibu pertiwi, yang memberikan tempat berpijak, perlindungan, dan kesejahteraan bagi manusia.

Penjor adalah bentuk rasa syukur manusia atas berkah yang diterima. 

Rasa syukur tersebut dituangkan dalam karya seni yang berasal dari benda-benda alam dan hasil bumi. Penjor dibuat seindah mungkin oleh pembuatnya, sebagai wujud rasa syukur atas anugerah yang diterima. Namun banyak juga penjor yang dibuat sederhana, tetapi tidak mengurangi arti karena unsur-unsur kelengkapannya tetap dipertahankan. Ungkapan rasa syukur atas anugerah Tuhan dalam bentuk penjor memiliki makna yang dalam. Dalam penjor, kita bisa belajar banyak hal, yaitu:

  • Bambu, meskipun kuat tetapi dalamnya kosong. Ini mengajarkan kepada kita bahwa meskipun kita kuat, namun di dalam diri kita sebenarnya kosong. Isilah diri dengan kebaikan dan kemuliaan.
  • Bentuk penjor yang melengkung di bagian atas mengajarkan kita bahwa semakin tinggi kita berada, mestinya semakin melihat ke bawah.
  • Bagian lurus bambu penjor tidak dihias dan ditanam di tanah. Hal ini mengajarkan kita bahwa hal baik seringkali tidak terlihat, tersembunyi, dan hanya orang tertentu yang menyadarinya.
  • Seindah apapun penjor, setelah 35 hari harus dicabut dan dibakar. Ini bermakna tidak ada sesuatu yang kekal, semua yang ada akan berakhir.

Fungsi Penjor

Pada awalnya, penjor berfungsi sebagai salah satu sarana upacara, umumnya pada hari raya Galungan. Penjor dipasang di sebelah kanan pintu gerbang, dengan ujung penghadap ke jalan. Pada hari raya Galungan, dihaturkanlah sesajen pada sanggah penjor tersebut.

Seiring perkembangan zaman, penjor mulai dipakai sebagai hiasan, pelengkap dekorasi pada perayaan hari ulang tahun kemerdekaan, ulang tahun kota, acara resepsi, seminar, maupun penyambutan tamu. Bahkan ada penjor yang dipasang di depan tempat suci atau rumah ibadah bukan agama Hindu, misalnya di Masjid atau Gereja.

Penjor yang dipakai sebagai hiasan ini berbeda dengan penjor upacara. Perbedaannya terletak pada kelengkapan penjor. Penjor hiasan tidak menggunakan jajan, hasil bumi, sanggah, tumpeng, kain putih kuning, dan lamak. Penjor hiasan lebih fokus pada keindahan, sehingga hanya menggunakan daun-daunan, janur, ambu ⟮daun enau muda⟯, dan daun lontar yang dibentuk indah.

Demikian penjelasan mengenai bentuk, makna, dan fungsi penjor dalam kehidupan masyarakat Bali.


Post a Comment for "Penjor: Bentuk, Makna, dan Fungsinya dalam Kehidupan Masyarakat Bali"